Rabu, 09 Mei 2018

Egois. Tak Adil!

Egois. Entah pantas atau tidak untukmu mendapatkannya, atau justru itu kata yang paling tepat untuk kau dapatkan. Bukankah cinta seharusnya rasa "nyaman" dari dua sejoli dalam memadu kasih? Nyaman dalam artian lebih dari hanya sekedar rasa yang didapat dari sebuah pertemanan. Kita berteman dari awal, jauh dari semua kenyataan ini yang terkadang membunuh setiap rasa yang ada padaku. Kau mungkin lebih lagi terasa terbunuh oleh kenyataan ini. Kenyataan yang tak sengaja kau dan aku perbuat. Kenyataan yang seharusnya mungkin tak harus ada jika pada akhirnya kau dan aku  tak lagi saling bertukar suara, bisa dikata tak lagi bicara. Jauh dilubuk hatiku, aku terluka. Hal yang sama pun sudah tentu pasti kau rasa juga. Bagaimana bisa semua ini terjadi, aku dan kau pun tentu tak tahu menahu bagaimana bisa terjadi. Tangan Tuhan sudah pasti dibalik semua ini. Kepahitan hidup yang mendera dalam sebagian langkah yang aku tempuh, yang kau tempuh.

Awalnya semua berjalan baik-baik saja, kau dan aku bersama layaknya seorang teman pada umumnya. Pembicaraan berjalan amat baik, tak pernah ada pertengkaran sedikitpun. Tak sekedar sehari dua hari, seminggu dua minggu, atau sebulan dua bulan. Telah lebih dari dua tahun lamanya hubungan itu berjalan dengan lancar, maksudku pertemanan tanpa ada rasa yang menjadikan sebuah lara. Namun pada suatu ketika, semua itu hancur begitu saja. Hubungan baik yang sedari awal kupikir takkan berakhir, kini lama kelamaan semakin memudar, semakin menjauh bak daun yang jatuh lalu terhempas angin hingga pergi jauh meninggalkan ranting dan pohonnya. Kau dan aku tak lagi bersuara, tak seperti sedia kala.

Tak adil. Aku menghargaimu, bahkan ketika kau nyatakan rasa itu padaku. Aku tak pernah menyangka bahwa akhirnya akan ada sebuah rasa yang kau tanam dalam hatimu. Lantas kenapa semua berbeda setelah kau nyatakan rasa? Kau tentu tahu aku ingin sendiri. Aku katakan bahwa aku belum bisa membalas semua rasa yang ada padamu. Entah sampai kapan aku bisa membalas rasa itu, akupun tak tahu. Bukankah telah kukatakan padamu atas semua yang kurasa, perihal nyaman bagiku hanya sebatas kau dan aku berteman. Lalu kenapa kini kau membenciku? Kau bilang kau tidak pernah menyalahkanku dibalik semua ini. Namun kenyataannya jauh dari semua janji yang sempat kau beri.

Aku hanya tak ingin melukai perasaan siapapun. Lalu salahkah aku jika kenyataanmu tak terbalas? Seharusnya tak perlu kau kenali aku sejak dulu jika pada akhirnya aku terasa mati dalam lingkunganku sendiri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar