Hari ini adalah pertemuan terakhirku dengannya sebelum akhirnya dia pergi untuk mudik ke kampung halamannya di luar jawa. Pertemuan yang singkat. Tuhan, aku benar-benar ingin memeluknya dengan sangat erat. Menggenggam tangannya dan tak ingin kulepaskan. Menatapnya tanpa ingin kukedipkan. Aku tak ingin dia cepat berlalu meninggalkanku untuk beberapa waktu yang cukup lama. Belum sempat sembuh rinduku padanya akibat pertengkaran dalam pertemuan beberapa waktu yang lalu. (Ceritanya ada di tulisan Beberapa Alenia (perihal rasaku)). Belum lagi sikapnya yang akhir-akhir ini membuatku gelisah, membuatku sedikit kecewa padanya, entah kenapa dia tak seperti dulu yang pertama kukenal, tak ada perhatian yang dia berikan, tak banyak percakapan yang dia ciptakan, dia mengabaikanku tak seperti dulu ketika dia mendekatiku. Banyak sekali hal yang ingin aku ungkapkan padanya. Tentang perasaanku, risauku, keluh kesahku. Tentang perasaannya, beberapa pertanyaan seputar kesibukannya, hal-hal yang tengah menderanya hingga akhir-akhir ini membuatnya begitu sibuk untuk menyelesaikannya, membuatnya mengabaikanku untuk beberapa waktu yang lalu, yang membuatku terjebak dalam rasa yang kucipta seorang diri. Sungguh aku selalu ingin tahu tentang segala sesuatu yang dia lakukan, yang dia rasakan. Aku sungguh ingin menjadi seseorang yang dia mau.
Kuminta ada sebuah pertemuan sebelum ia meninggalkan kota perantauannya (yang ku maksut adalah sebelum ia meninggalkanku). Buka puasa berdua dengannya, hanya itu satu-satunya waktu untukku dan ia bertemu. Jadwal pemberangkatan bisnya pukul 8 malam nanti, katanya. Tentu aku tak ingin hal ini menjadi sebuah rencana yang halu seperti rencana beberapa waktu lalu yang membuatnya sedikit membenciku karena batal bertemu. Seperti biasanya, dia memintaku menentukan tempat untuk nanti berbuka puasa. Tanpa pikir panjang kusebut nama tempat untuk aku dan ia berbuka. Selepas sholat maghrib ku hampiri dia karena tempat untuk aku dan ia berbuka tak jauh dari tempat ia tinggal. Kupacu laju kendaraanku, dalam hatiku bergeming "Tuhan, benarkah ini terakhir kalinya aku dan ia bertemu di bulan Juni?".
Segera aku dan ia duduk sesampainya ditempat makan. Waiter datang sembari membawa menu makanan. Nasi uduk dengan ayam bakar dan es jeruk menjadi pesanannya. Aku ingat, dia memang suka nasi uduk. Dia memesan ayam bakar, "paha ya mas", begitu ucapnya pada waiter. Aku memesan nasi biasa dengan ayam bakar dan es milo. Pesanan segera datang setelah aku dan ia menunggu untuk waktu yang tidak lama, tidak terlalu ramai disana, maklum karena memang sengaja aku dan ia datang saat waktu berbuka selepas sholat maghrib untuk menghindari antrian. Waitress menyajikan pesanan dimeja yang mana terdapat kursi tempat aku dan ia duduk. Kurasa ia sedikit kecewa karena yang disajikan adalah nasi uduk dengan dada ayam bakar dan es jeruk pesanannya, sedangkan nasi biasa dengan sayap ayam bakar (tadinya kupikir pesanan yang datang untukku adalah paha ayam bakar) dan es milo pesananku. Waitress berlalu. "Punyamu apa?", katanya. "Paha deh kayanya, nih ambil aja, tuker punyaku", kubilang. Dia menukar ayam bakar miliknya dengan ayam bakar milikku. "Ini mah sayap, bukan paha. Eh tapi gapapa ding, aku juga suka", ucapnya. "Sambalnya kok beda ya, kamu yang ini aja sambalnya, aku biasa dapet nasi box sambalnya yang itu, enak, sambal matah", ucapnya lagi. Lalu ia tukar sambal matahku dengan sambal lamongan miliknya. Aku tenang saja untuk apa-apa yang dilakukannya malam ini. Aku hanya ingin dia senang. Aku ingin dia merasa nyaman bersamaku. Aku hanya ingin menyaksikan segala tingkah yang dia olah, segala hal yang dia ceritakan padaku malam ini. Tentang apa-apa saja yang dia lakukan, aku senang. Aku nyaman.
Ia selesai dengan makanannya, sedangkan aku tengah menghabiskan makananku. "10 menit lagi, buru-buru ini, aku belum siap-siap, belum nanti jemput si X (nama temannya yang akan mengantar ia ke terminal)", katanya. Aku paham betul, ia tak ingin tertinggal pemberangkatan bisnya pukul 8 nanti. Segera kuhabiskan makananku dan berlalu ke wastafel untuk membersihkan kedua tanganku. Kembalinya aku ke meja dan kursi tempat aku duduk, kuhabiskan es milo yang masih utuh belum kuminum semenjak makan tadi. Tak lama ia menyuruhku untuk menuju kasir sembari menyodorkan satu lembar uang seratus ribuan yang ada disakunya. Padahal tadinya aku berniat untuk membayar makan malam kali ini.
Dalam perjalanan pulang, kusenderkan daguku dipundaknya. Sebentar ku rangkul ia. "Kamu siap-siap aja, biar nanti si X suruh naik gojek ke tempatmu", kubilang. "Ya gak enaklah, masa aku yang minta tolong di anterin tapi aku gak modal", ucapnya. "Yaudah kamu siap-siap aja biar nanti si X aku yang jemput", ucapku. "Jangan gak usah, biar aku aja", balasnya. Entah apa yang dilakukannya seharian tadi hingga belum sempat ia mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya mudik. Saat kutanya, ia menjawab tidur. Entahlah, terserah dia saja.
Ia menyodorkan tangan kanannya sesampainya aku dan ia ditempat tinggalnya. Kurasa itu adalah isyarat untuk aku menciumnya sebagai tanda perpisahan atau sebagai tanda pamit bahwa ia akan meninggalkanku untuk beberapa waktu. Tanpa berpikir panjang, ku tarik tangan kanan yang ia sodorkan, lalu kucium tangannya. "Hati-hati", ucapnya. "Iya", kujawab. Ku putar balik kendaraanku sembari senyum merekah dibibirku. Kurasa waktu sedang berpihak padaku. Kurasa angin menghembuskan hal romantis yang baru saja terjadi pada semua benda yang ada disana yang ikut menyaksikannya. Malam yang indah. Aku senang, namun aku pun sedih. Aku masih ingin bersama dengannya untuk sedikit lebih lama, namun apa daya, jadwal pemberangkatan sebentar lagi tiba. Harus ku ikhlas melepasnya pergi menuju kampung halamannya. "Hati-hati di jalan, selamat sampai tujuan ya. Ingat aku, aku selalu merindumu", itu adalah kata terakhir yang tadinya ingin ku ucap sebelum berlalu darinya, namun aku tak sanggup, aku hanya bisa mengucapnya dalam hati sembari menuju perjalanan pulang.
Aku berusaha menuliskan tentang apa-apa saja kejadian yang kualami hari ini, entahlah rasanya lega. Pada siapa lagi aku menceritakan segalanya selain pada-Nya dan tulisan ini. Sudahlah, kadang kupikir aku terlalu mengharapkannya. Bagaimana lagi? Hanya itu yang sanggup aku lakukan. Aku hanya ingin melakukan apa-apa saja yang membuat orang lain merasa nyaman akan hadirku, termasuk dia. Kuharap dia paham perasaanku. Kuharap dia tak akan mengecewakanku. Sampai jumpa, selamat sampai tujuan ya. Salam rindu, dariku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar